Jumat, 28 Desember 2007

Dukung Penetapan Pahlawan Lokal "Wastukancana"

TANGGAL 23 November 2007 di harian "PR" tercinta muncul artikel di ruang opini dari Yth. Iip D. Yahya dari Kelompok Wastu Project KDKBK. Saya yang merasa diri orang Sunda salut dengan upaya KDKBK, seperti paparan di "PR" tersebut.

Mengapa Wastu harus diterima oleh publik Jawa Barat dengan Ki Sundanya? Alasannya adalah jelas sbb.: Raja-raja Sunda dihitung dari Raja Sri Jayabupati sampai dengan Raja Linggawisesa adalah sepuluh raja Sunda (Galuh). Dari Linggawisesa yang berputra Ragamulya yang punya saudara Suryadewata. Raja Sunda Ragamulya menurunkan Linggabuana (gugur di Bubat). Linggabuana berputra Wastukancana dan seterusnya berputra Raja Dewa Niskala dan Dewa Niskala menurunkan Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi Pajajaran Bogor.

Adapun Surya Dewata yaitu pamannya Linggabuana gugur di Wanaraja Garut. Keturunannya adalah Sudayosa yang menetap di Gunung Bitung dan Sudayosalah yang menurunkan Darmasuci Raja Talaga pertama yang juga Guru Besar Agama Buddha. Dari Darmasuci terus ke Talaga Manggung yang terbunuh oleh pengkhianat Palembang Gunung. Penggantinya adalah Nyi Mas Simbarkancana yang selanjutnya Simbarkancana diganti putranya Batara Sakawayana yang berputra Satiyasih ibunya Pangeran Sumedang Geusan Ulun atau Angkawijaya.

Jadi dari keturunan raja-raja Sunda dengan titik Galuh Karang Kamulyan Ciamis Astana Gede Lingawisesa Ragamulya - Linggabuana. Kemudian buat titik Kerajaan Talaga adalah Batara Sakawayana yang di antaranya punya cucu Pangeran Geusan Ulun. Dan terakhir Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi Pajajaran adalah Putra Dewa Niskala dari Kawali. Itulah rangkaian keturunan raja-raja tersebut adalah kekuasaannya menyeluruh di Jawa Barat.

Jadi kepada KDKBK benarlah yang terhormat untuk pahlawan lokal adalah "Wastu" hingga bisa memasyarakat di keturunan Ki Sunda Wastu Raja Sunda yang sejak kecil telah yatim piatu akibat pengkhianatan biadab, keji, dan curang dari Gajah Mada pada orang tuanya. Maharaja Wastukancana dengan lamanya menjadi raja telah meninggalkan warisan budaya atau karakter Ki Sunda yang bersumber dari mempertahankan "Kabuyutan" yang melahirkan watak kesabaran, keperwiraan, tenggang rasa, dan nilai-nilai tinggi lainnya.

Hanya kepada KDKBK saya memohon jangan sebatas di komik, namun juga dipentaskan di sendratari dan pentas seni dan lainnya.

Terima kasih wahai KDKBK, saya yang merasa berkepentingan pada pemeliharaan jati diri Ki Sunda dari kalangan awam. Selain "Wastu" sebaiknya sertakan juga tokoh pahlawan lainnya seperti: "Pahlawan Tubagus Rangin, K.H. Zaenal Mustafa Singaparna dan Si Jalak Harupan Otto Iskandar Dinata".

Adapun KDKBK berorientasi pada Kota Bandung Kidul, saya hanya memprediksi bahwa pantaslah dari Bandung Selatan muncul "Kanyaah pada Leluhur Sunda" karena "Moh. Toha pun orang yang gerak di Bandung Selatan dalam heroiknya membela tanah air, bersama rekannya bermarkas di Bandung Selatan. Adapun Bandung Utara alias Bandung Kaler dahulu adalah ditempati mayoritas para priayi yang banyak menikmati fasilitas pemerintah kolonialis Belanda juga ditempati nyonya-nyonya dan menir-menir sebagai tuan atas bangsa bumi putra.

Kepada Bapak Gubernur dan lebih khusus Dinas Pendidikan yang berkepentingan pada pengembangan budaya adalah semestinya merespons studi KDKBK, bahkan mendanai hal tersebut. Mempertahankan jati diri Ki Sunda dengan "Back Ground Wastu" yakin bisa diselaraskan dengan selera zaman dengan tidak mengorbankan prinsip-prinsip dasar.

Kita ingat kata-kata Dalang Asep Sunandar, Mun budaya awut-awutan tinangtu bangsana oge awutan-awutan.

Mudah-mudahan sekecil apa pun orang atau kelompok semisal KDKBK adalah simpul erat yang menebarkan benang merah ke berbagai komponen Ki Sunda untuk sadar pada budaya dan contoh leluhurnya yang beradab, manusiawi, mumpuni, dan berjiwa adi luhung yang sempurna. Semoga.

Moch. Solihin
Kades Kodasari
Blok Rebo RT 01 RW 04
Kec. Ligung
Kab. Majalengka

(Surat ini di muat di Surat Pembaca PR Rabu, 19 Desember 2007)


Tidak ada komentar: